Refleksi film "Perempuan Berkalung Surban"

Thursday, April 30, 2009
Beberapa tahun lalu saat aku masih sekolah S1 di IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Jogjakarta, aku sempat jalan-jalan ke toko buku Toga Mas, mataku tertuju pada sebuah novel dengan judul "Perempuan Berkalung Surban" yang ditulis oleh Mbak Abidah.

Reaksiku pertama membaca novel itu adalah meneteskan air mata. Pertama karena aku sangat haru dengan ceritanya. Kedua aku sangat bangga pada sosok Abidah yang berani mengangkat suara perempuan pesantren dengan kritik-kritiknya yang tajam dalam bungkusan cerita novel yang menarik.

Ketika novel ini diangkat menjadi sebuah film, aku sangat penasaran. Disamping pengen tahu bagaimana Hanung Bramantyo memvisualkan novel tersebut, juga karena banyaknya reaksi yang bermunculan. Tapi jujur, aku sudah lupa-lupa ingat jalan cerita dalam novel tersebut. Cuman sayang aku belum mendapat kesempatan mendapat film utuhnya sampe tadi malam.

Tadi malam yang seharusnya aku buat untuk menulis paper, aku habiskan untuk memuaskan rasa penasaranku pada film "Perempuan Berkalung Surban." Ah entar kenapa reaksiku sama seperti saat membaca novel ini, aku tetap tidak bisa menahan air mataku mengalir.

Benar-benar sosok Anisa dalam film tersebut membawa ingatanku pada seorang kawan. Pada banyak hal kawanku ini memiliki banyak kemiripan dengan Anisa. Dia adalah putri kyai, pernah hidup di Jombang, dan menghabiskan waktu kuliah di Jogja. Kawanku dan Anisa juga sama-sama senang menulis. Dan menjadikan kisah hidupnya sebagai inspirasi ketika menulis.

Bila Anisa diijinkan oleh orang tuanya melanjutkan kuliah di Jogja kalau sudah menikah, tidak beda jauh dengan kisah kawanku ini. Dia harus menikah dulu sebelum akhirnya bisa menikmati bangku kuliah. Bagi dua perempuan ini (yang satu perempuan fictive belaka dan satunya perempuan yang benar2 nyata) kuliah adalah sesuatu yang mahal yang harus direbutnya dengan mengorbankan masa muda. Tapi kawanku ini kayaknya lebih beruntung dari pada anisa dalam kehidupan berumahtangganya. Berbeda dengan Anisa yang oleh suami pertamanya dilarang berkuliah, tapi kawanku ini bisa mengejar studynya, dan membayar kehilangan masa mudanya dengan berlari mengejar studynya. Walaupun sebenernya pernikahan mereka sama-sama dijodohkan.

Bila Anisa mendapat tantangan ketika akan membangun perpustakaan, yang akhirnya buku-bukunya dibakar oleh kakaknya, karena dianggap menyalahi soul dari pesantren, kawanku ini hampir mendapatkan permasalahan yang sama ketika dia mengenalkan jurnalistik ke santri putrinya. Menurut cerita kawan saya ini, saat dia memberikan pelatihan tulis menulis, lampu ruangan yang dipakai disabotase dengan cara dimatikan oleh para ustadz2 senior yang tidak sepakat dengan kegiatan tersebut. Ustradz2 tersebut berpendapat "apa gunanya belajar tulis menulis, bila kitab2 yang ada aja belum semuanya kita bisa mengkajinya." Dengan hati yang perih, kawan saya ini tegas mengatakan "Bagaimana kalian akan bisa membaca karya-karya besar al-Ghazali bila beliau saat itu tidak menulis? bila saat itu al-Ghazali punya pikiran bodoh seperti kalian?." Dan terdiamlah para ustadz tersebut. Belum lagi ketika kawan saya mencoba merintis mading dan juga majalah pertama di pesantren putri, banyak sekali tekanan. Apalagi ketika dia mulai memperkenalkan ide2 kesetaraan genderdi pesantren, tekanan semakin kuat. Beruntung kawanku ini kuat menghadapinya.

Mungkin bagi orang yang tidak memiliki latar belakang pesantren, film tersebut "terkesan" kejam. Tapi coba tanya pada orang-orang yang berasal dari pesantren? apalagi pesantren tradisional? mereka pasti akan bisa merasakan jeritan batin (walaupun tidak sama) dengan anisa. Mungkin benar kritikan orang bahwa film ini memberi kesan bahwa Islam tidak ramah perempuan, apalagi sering kali sang Kyai dan Guru mengatakan kalau perempuan tidak pantas memimpin dan sebagainya. Tapi apakah para pengkritik tersebut menutup mata pada realita di masyarakat yang masih banyaknya para Kyai2 yang berpendapat bila perempuan tidak seharusnya jadi pemimpin? Ayolah... ini bukan ngomong idealisme, ini menceritakan tentang realita di masyarakat. Aku pikir dalam film tersebut sudah seimbang kok, setelah penonton dicekok'i dengan posisi perempuan yang ditafsiri secara "keras" oleh sang Kyai, kemudian penonton dibawa untuk melihat interpretasi yang berbeda dari sosok Lek Khudori dan Anisa. Jadi penonton bisa mengetahui Islam yang ramah perempuan.

Terlepas ada anggapan bila Hanung menjual Islam, film ini layak ditonton, terutama untuk melihat kehidupan seorang "NENG" yang di luar kelihatan bahagia dengan sangkar emas, tapi coba tengok hatinya.
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 1:32 PM, | 0 comments

Angklung in East West Fest .2009

Monday, April 20, 2009


As other East West Center Fellows, Indonesian fellows participated in annual East West Fest. 2009 that was held on April 18, 2009. We Performed two numbers; Angklung and Bali Dance. We also had Indonesian booth
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 4:12 AM, | 0 comments

HORE I PASSED MY DEFENSE

Saturday, April 18, 2009
Pagi ini, jam 9.30 aku sudah menuju gedung Moore Hall, tempat defenseku akan dilaksanakan. Aku langsung menuju lantai 4, untuk bertemu Paul Rausch untuk mengambil projector. Thanks God, Paul begitu baik, dia membantuku mensetting projector dan semunya di ruang Takioka, lantai 3 Moore Hall.

Kemarin, aku sempat mengikuti defense kawanku, Jessica. Ternyata tidak sesuai bayanganku, karena di defense Jessi hanya ada 5 orang dalam ruangan tersebut. Jessica, 3 pembimbing, dan aku. Jadi pertanyaanya hanya dari committee (pembimbing), dan hanya butuh waktu kurang dari 1 jam. Pengalaman mengikuti defense kawan ini, membuat aku lebih tenang, karena ternyata tidak "seseram" yang aku bayangkan.

Ketika waktu beranjak mendekati pukul 10, satu persatu pembimbingku datang. Prof. Gay Reed, Prof. Barbara Andaya dan Dr. Aya Kimura. Dan saat aku mulai memberikan short introduction pada paperku, satu persatu audience datang. Total 6 audiences yang datang, jadi ada 10 orang diruangan tersebut. Wah antara seneng, nervous, dan juga gemeter.

Sehabis aku memberikan presentasi, para pembimbing mulai memberikan comment pada paperku, yang pada dasarnya mereka memberikan suggestion untuk menambah sedikit informasi, terutama tentang nara sumber dan methodology. Lalu pemimpin sidang, Prof. Barbara, memberikan kesempatan pada audiences untuk bertanya. DUbrakkk deh...ternyata comment dari audiences lebih panjang lebar dan pertanyaannya lebih dalam dari pada committee ku sendiri. Aku sih bisa menyadari, karena audience tidak membaca paperku jadi tidak tahu detail paperku.

Beruntung defense di Hawaii tidak "kaku" kayak di Indo, kita setting tempatnya juga sangat santai, dan pakaiannya juga tidak terlalu formal (waluapun aku tetep pake baju formal), dan selingan joke juga sering aku lempar. Beda banget saat di Indo, yang ngelihat tampang pengujinya yang berdasi dan berjas aja udah merinding pooollll. Jadi suasannya benar-benar cair.

Padahal masih banyak audiense yang masih ingin bertanya, tapi karena ruangannya akan segera di pakai, dan beberapa profesor juga sudah punya jam ngajar, jadi tepat pukul 11:30 sidang di hentikan, dan kami semua di minta keluar, untuk memberikan kesempatan pada committee untuk berdiskusi apakah I Pass this defense or not (lulus or not).

Setelah sekitar dua menit, Profesor Barbara (she is really like angel, so kind) keluar ruangan sambil merentangkan tangan dan memberikan pelukan ke aku dan bilang 'CONGRATULATION NINIK, YOU PASS YOUR DEFENSE' wuzzzzzzz seperti disirami air ditengah padang pasir. Alhamdulillah.

Bener rasanya seperti habis melahirkan...legaaa bangett.....
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 6:47 AM, | 0 comments

Tuesday, April 14, 2009
Mohon doa mau oral defense untuk tugas akhir, hari Jumat, tanggal 17 April 2009
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 12:39 PM, | 0 comments

Pentingkah Identitas?

Monday, April 13, 2009
Cerita seorang kawan

Saya keturunan India, orang tua saya semuanya dari India, tapi mereka telah pindah ke US sejak saya belum ada, jadi saya lahir di US, tepatnya di LA. Setiap hari kami memakai bahasa Enggris untuk komunikasi. Jadi secara budaya, saya bisa mengatakan kalau saya adalah MURNI AMERICAN. Tapi ketika di kelas atau ketika saya berkumpul dengan kawan-kawan dari America, saya tidak bisa full menjadi bagian mereka, sebab mereka masih melihat saya (terlebih secara fisik) bukan Amerika tapi India. Di komunitas India pun saya tidak benar-benar diakui sebagai bagian dari mereka, sebab saya tidak lancar menggunakan bahasa India, saya lahir di US, dan budayanya pun saya lebih mengenal budaya US dari pada India, terlebih saya belum pernah sekalipun pergi ke India. Jadi di kelompok India saya dilihat sebagai orang Amerika. Lalu apa sebenarnya identitas saya?? Kenapa ditiap kelompok saya selalu dilihat sebagai orang lain?


Ketika mempelajari tentang Vietnam di kelas, kita mendiskusikan tentang ketidakjelasan identitas bangsa Vietnam. Secara geografis, Vietnam masuk wilayah Southeast Asia (Asia Tenggara). Tapi secara budaya, Vietnam lebih dekat dengan tradisi-tradisi dari East Asia (Asia Timur). COba dilihat dari segi wajah, mereka lebih mirip orang China dari pada kebanyakan orang Asia Tenggara. Lalu suatu saat saya pernah bertanya ke seorang kawan di dapur yang berasal dari Vietnam, apakah dia lebih merasa sebagai orang dari Southeast Asia ataukah dari East Asia?, dia menjawab

Wah, pertanyaan yang sulit. Secara pribadi saya lebih suka dianggap sebagai orang Asia Tenggara, karena secara personal saya tidak terlalu menyukai budaya dan juga karakter dari orang-orang Asia Timur. Tapi terkadang saya juga bingung, sebab sudah berulang kali saya disangka orang China, dan sudah berulang kali pula orang tidak mengakui saya sebagai orang Asia Tenggara, karena fisik saya kayak orang China. Dan banyak orang China sendiri tidak mau dikait-kaitkan dengan Vietnamese, karena mereka melihat kami dari bagian yang berbeda, yakni Asia Tenggara. Lalu kami ini siapa? dan ikut mana?


Sebegitu pentingkah sebuah identitas bagi manusia? Lalu apakah yang akan terjadi bila kita bukan bagian dari satu kelompokpun? Apakah akan menjadi sebuah bahaya bila kita ditolak dari sebuah kelompok?
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 4:44 AM, | 0 comments

My beloved Sons in Action

Saturday, April 11, 2009
LOVE YOU KAKAK KAVIN





MISS YOU DEDEK MIRZA

 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 5:59 AM, | 0 comments

Pileg Indonesia di AS Berbeda

Thursday, April 09, 2009
Tulisan ini telah dimuat di Jawa Pos, Radar Banyuwangi, tanggal 7 April 2009


Pemilu tahun ini akan menjadi pemilu yang berharga bagi saya. Dari tiga kali mengikuti pemilu, baru kali ini saya akan berkesempatan memilih wakil rakyat dari tempat yang jauh sekali dari Indonesia.

Pesta demokrasi di Indonesia juga dirasakan bagi rakyat Indonesia yang tinggal di luar negeri. Walaupun untuk banyak hal, saya merasa lebih beruntung tinggal di luar negeri, karena tidak perlu ikut gregetan dengan aksi para caleg yang super narsis, dan juga kebisingan kampanye yang sama dengan konser dangdut.

Beberapa bulan sebelumnya pihak Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI), yang berada di Los Angeles (LA), sudah mulai menyosialisasikan pemilu. Baik melalui website KJRI maupun lewat perantara Permias (Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat) cabang Hawaii. Memang Permias di Hawaii terbilang unik, karena anggotanya bukan saja mahasiswa. Tetapi juga warga Indonesia yang tinggal di Hawaii. Jadi, media website dan milis Permias sangat membantu untuk menyosialisasikan pemilu pada rakyat Indonesia.

Berbeda dengan pemilu lalu, yang pendataan warga dilakukan langsung oleh pejabat KJRI-LA dengan datang ke Hawaii. Untuk pemilu kali ini, pendaftaran pemilih dilakukan secara online. Jaringan internet yang mudah diakses di Amerika Serikat (AS), menjadikan cara ini efektif. Setahu saya, hanya cara ini yang dilakukan KJRI untuk pendaftaran calon pemilih.

Saya dan suami langsung mendaftarkan diri ketika mendapat pemberitahuan via milis. Dengan sistem online ini, tentu akan mengurangi kemungkinan anak balita atau orang yang sudah sepuluh tahun meninggal terdaftar menjadi pemilih, seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Dua minggu lalu, saya mendapatkan surat dari KJRI, yang isinya semacam kartu pemilih. Separo dari kertas tersebut harus dikirim kembali ke LA sebagai bukti tanda terima. Dan, pihak KJRI telah menyediakan juga amplop lengkap dengan perangkonya, untuk pengembalian surat tanda terimanya.

Dua hari lalu di mailbox saya, ada dua surat dengan ukuran agak tebal. Ternyata adalah surat suara untuk saya dan suami. Saya selama ini melihat contoh surat suara hanya melalui berita-berita, yang saya ikuti via internet. Tetapi, saya sendiri tidak membayangkan bila ternyata ukuran surat suaranya super jumbo. Jadi berpikir bagaimana ribetnya harus mencontreng tiga surat suara dalam bilik suara yang sangat sempit, dengan waktu terbatas. Terlebih bagi para manula. Bisa jadi, mereka hanya akan membuka sedikit lembar suara, lalu mencontreng partai-partai yang letaknya di bagian atas saja. Bila ini terjadi, partai dengan nomor urut muda akan sangat diuntungkan.

Sehari kemudian, saya mendapat surat dari KJRI lagi. Isinya sama dengan surat yang kemarin saya terima, yakni lembar surat suara. Jadi saya mendapatkan dobel surat suara, tetapi suami saya tidak. Bagaimana ini bisa terjadi, surat pemberitahuan pemilih hanya mendapatkan satu, tapi surat suara dikirim dobel. Ketika saya tulis di status Facebook saya tentang dobel surat suara ini, ternyata ada beberapa kawan yang memberikan komentar. Ternyata, mereka juga mendapatkan dua surat suara. Jadi, kekisruhan DPT (Daftar Pemilih Tetap) bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Saya tidak tahu, apakah ini karena komputer yang merekam data yang salah atau masalah teknis lainnya.

Untuk sistem pemungutan suara dengan pos, saya berpikir, bagaimana kalau di Indonesia dibuat sistem seperti ini? Terutama untuk masyarakat daerah pedesaan dan kepulauan yang sulit terjangkau. Ini akan meringankan beban pemerintah dalam hal penyediaan TPS dan logistik pemilu lainnya. Dengan cara ini bisa juga tidak lagi diperlukan libur nasional, karena warga memilihnya lebih bebas waktunya. Tetapi tentu cara ini ribet juga, ya ribet biaya pengiriman dan rawan intervensi pilihan dari orang lain.
Berbeda dengan penduduk Indonesia umumnya, kami yang di luar negeri hanya mendapatkan satu surat suara. Hanya untuk DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta II. Jadi, nantinya caleg yang terpilih akan menjadi representatif dari Jakarta. Bagi saya yang orang daerah, ini tentu mengecewakan, karena saya kehilangan kesempatan untuk memilih DPRD tingkat I dan II. Karena hal ini pula, beberapa kawan saya yang dari Indonesia memutuskan untuk golput. Mereka merasa tidak ada gunanya memilih wakil rakyat, tetapi untuk mewakili daerah lain. Terlebih para calegnya tidak dikenal.

Terlepas dari sikap skeptis saya akan caleg yang benar-benar berpihak pada rakyat (tidak berkomplot dengan duit), saya sendiri memutuskan untuk tidak golput. Pilih partai apa? Dan caleg yang mana? Hemmm..saya akan pikir dan lihat-lihat kertas suaranya lagi sambil minum kopi. Lagian batas maksimal pengembalian suratnya baru tanggal 13 April 2009. Inilah enaknya memilih pakai pos, mencontrengnya bisa sambil santai. Selamat mencontreng bagi yang akan menggunakan haknya! (*)
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 3:21 AM, | 0 comments

Belajar dari Kehilangan

Monday, April 06, 2009
Sekitar setahun setengah lalu, seorang kawan yang kuliah di Belanda berkirim email, dia mengabarkan cerita sedih. Dia baru pulang dari Indo untuk mengumpulkan data. Dari Indonesia dia mengambil pesawat langsung ke Paris (kalau tidak salah, pokoknya negara di Eropa), dari Eropa dia naik kereta menuju ke negara eropa lainnya. Entah apa yang terjadi, dia baru sadar ketika menyadari laptopnya sudah tidak ada. Dalam kondisi kalut, di mencoba mencari kantor polisi dan melaporkannya. Tapi kondisi semakin ribet, ketika polisinya tidak bisa bahasa enggris. Beruntung ada kawan Indonesia yang tinggal di negara tersebut dan membantu untuk mentransitenya.

Dengan keadaan masih tidak menentu dia kembali ke Belanda, karena kelas sudah dimulai. Bagi Mahasiswa kehilangan laptop adalah segalanya, apalagi kawan saya tersebut baru mengcollect data dari Indonesia untuk thesis. Alhamdulillah, tangan Tuhan bermain di sini, suatu hari dia mendapatkan kiriman paket, dan ternyata ketika dibuka isinya adalah CD, yang isinya semua data yang ada di laptopnya. Dia menangis, antara bersyukur dan gemas. Bersyukur, karena orang tersebut masih berbaik hati dengan mengirim data-data pentingnya, jadi dia bisa melanjutkan thesisnya. Gemes, kenapa hanya datanya aja yang dikembalikan, kemana laptopnya?

Cerita lainnya dari kawan satu dormitoryku yang asalnya dari Madiun. Tiga minggu lalu saat dia berpindah ke lap komputer, dia lupa meninggalkan laptopnya di kelas sebellumnya, 15 menit kemudian dia baru ingat, tapi laptopnya sudah hilang. Akhirnya dia lapor ke security campus dan Honolulu police. Dia juga membuat pengumuman yang ditempel di seluruh kampus. Hingga seminggu setelahnya tidak ada kabar, karena pentingnya fungsi laptop, akhirnya dia membeli laptop baru, yang sama persis dengan laptop dia yang hilang. Eh jarak dua minggu setelah dia membeli laptop baru, dia mendapatkan telfon dari seseorang yang bilang menemukan laptopnya. dan kembalilan laptop lamanya dengan selamat ke tangannya. Dan laptop barunya dibeli sama tetangga kamarnya. Alhamdulillah.

Cerita happy ending ini tidak terjadi pada kawan lainnya yang kehilangan backpacknya di bandara Soekarno Hatta, ketika hendak pulang ke Hawaii. Hilang sudah laptop dan passport nya, hingga dia harus menunda selama sebulan keberangkatannya karena harus mengurusi lagi passport dan visanya di Surabaya. dan laptopnya tidak pernah kembali, walaupun sekedar datanya. Makanya kami mahasiswa biasanya membuat pertahanan penyimpanan berlapis, mulai menyimpan di hardisk laptop, external, dan juga di beberapa email. Biar bila sesuatu terjadi, masih ada data yang bisa dilacak. Gak kebayangkan harus ngumpul 3 paper keesokan harinya, eh malamnya motherboard laptop bobrok.....dan itu pernah aku alami huwaaaaaaa

Ada juga kawan mahasiswa yang tiba2 meraung-raung menangis, karena uang di accountnya tiba2 berkurang ribuan dolar, ternyata itu akibat hecker. Bagaimana tidak bingung, bagi mahasiswa seperti kami yang mendapatkan beassiswa pas-pasan terus harus kena keisengan hacker hingga kehilangan uang tersebut. Apakah para hacker itu berpikir kalau semua orang yang punya rekening dalam dollar itu adalah orang kaya? ENGGAK. Memang sepertinya kami kaya, karena sekali mendapat kiriman, kami langsung mendapat ribuan dolar, tapi itu untuk hidup 3 bulan. harus bayar housing, harus bayar makan sehari-hari, belum lagi beli buku yang harganya menjerat leher. SO STOP HACKING UANG ORANG...

Mari Belajar jadi orang bai
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 4:15 PM, | 0 comments

ICCE 2009

 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 6:31 AM, | 1 comments

Happy B'day Dedek Mirza

Friday, April 03, 2009


SELAMAT ULANG TAHUN DEDEK MIRZA
DOA MAMA DAN BABAH TIDAK PERNAH TERPUTUS UNTUKMU
JADILAH MALAIKAT MAMA DAN BABAH
YANG SELALU MENGHADIRKAN SENYUM
LOVE YOU APACIH....


Oya alhamdulillah Dedek sudah baikan, sudah mulai mengoceh lagi, walaupun batuknya masih belum sembuh total.
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 4:48 AM, | 1 comments

My feeling

Wednesday, April 01, 2009
Kemarin sejak menjelang sore, pikiranku wes beteeeeee pooolll, pengennya nesu-nesu. Ada aja yang membikin aku nyaprut.

Menjelang malam, hatiku semakin tidak menentu, ingat dedek Mirza terus. entahlah semalam itu benar-benar only his face in my eyes and my mind. Udah berusaha aku obati dengan melihat foto-foto dedek ternyata malah jadi nangis-nangis.

Pengen telfon, tapi skype ku udah $ 30 bulan ini, dan limitednya untuk pengguna credit card $ 30, so I can buy fund next month huwaaaaaa..... akhire sms ke Abah, minta untuk telfon dengan dedek, kan biasanya habis magrib Dedek ngaji di rumah ibu. tapi kok sampe lamaa gak ada telfon masuk, hiks..hiks.... tambah tersedu2 nih.

Dua jam kemudian abah call, beliau bilang baru buka sms ku, karena tadi habis magrib masih ngaji, tapi abah tidak bisa call dengan dedek, dedek udah diambil pulang sama Pak'e katanya badannya anget. WHATTT????

Ternyata feeling seorang mom itu ssangat peka, makanya aku keingat dia terus eh bener, dedek sakit. hiksss......... langsung deh nangis bukan malah berhenti, tapi malah kenceng.

Rencana untuk begadang dan nyelesaikan paper buyar sudah...akhirnya matikan laptop dan ngelanjutin nangis sampe ketiduran sekitar jam 3 dini hari

Cepet sembuh Nak, Mom'll come soon, LOVE YOU MY ANGEL
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 10:40 AM, | 1 comments

Salah Kaprah

Seperti kebiasaanku setiap pagi, pagi ini aku kembali mendengarkan liputan6 Siang dan petang lewat www.liputan6.com. Berita tentang kampanye gila-gilaan para partai politik tetep menjadi suguhan yang memuakkan sekaligus menggelikan

Berita berlanjut pindah ke tragedi Situ Gitung yang hingga saat ini menelan korban 99 orang dan masih angka 100 orang yang dinyatakan hilang. DIberitakan wakil presiden JK mengunjungi korban Situ Gintung untuk kedua kalinya. Jk bilang bila pemerintah akan memberikan SANTUNAN sebesar 5-30 juta bagi warga yang rumahnya rusak.

Heran deh kok bahasanya SANTUNAN???....bukankah uang yang akan diberikan itu adalah uang rakyat hasil pajak? kalau bahasanya SANTUNAN itu kesannya pemerintah atau JK berbaik hati mengeluarkan dana pribadinya untuk membantu korban. Bukankah memang HAK RAKYAT untuk mendapatkan dana itu? lawong rakyat sudah membayar pajak...

Benar-benar logika salah kaprah.............
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 7:14 AM, | 0 comments