Women and Politic
Thursday, November 13, 2008
sebenernya mau nulis soal hal ini kapan-kapan kalau sempat, cuman kayaknya setelah diskusi di kelas kok kayaknya Hasrat Ingin Menulis (HIM) sudah tidak tertahankan.
Beberapa hari lalu aku membaca beberapa news di beberapa koran dan radio US tentang kunjungan Obama dan Michelle ke gedung putih. Di situ ditulis bagaimana President Bush dan elected president, Obama mendiskusikan banyak hal tentang America ke depan, terutama problem ekonomi yang sedang menimpa US. Jadi keduanya digambarkan selayaknya pemimpin negara yang bertemu.
Interestingly, gambaran ini berbalik, ketika penggambaran Laura Bush dan Michelle Obama. Laura dikabarnya memberikan pesan-pesan bagaimana menjadikan rumah dinas tersebut selayaknya rumah sendiri.
tentu hal ini kontras sekali dengan gambaran Bush dan Obama. Saya pribadi tidak percaya kalau kedua ibu negara ini hanya mendiskusikan hal-hal yang sifatnya domestik. Saya percaya Michelle adalah orang cerdas, pasti dia akan mencari tahu banyak hal tentang peran sebagai Ibu negara dalam memajukan US dari seniornya. Michelle tentu tidak akan membuang waktunya hanya untuk mengobrolkan hal pengaturan rumah. Tapi kenapa yang di angkat oleh media hanya masalah domestic issues?. Pasti ini kaitannya dengan social construction tentang peran perempuan yang hanya di private sphere.
Saya juga sempat tidak habis pikir ketika baca di salah satu koran yang mengomentari pakaiannya Michelle ketika pidato kemenangan Obama di Chicago. Begitu juga ketika banyak yang mengkritisi penampilan Sarah Palin. Kritik penampilan juga berulang kali menimpa Hillary Clinton saat dia sedang bertarung dengan Obama untuk mendapat tiket maju sebagai calon president dari partai Demokrat. Lalu, kenapa yang disoroti soal baju, make up, sepatu, dan aksesoris lainnya hanya perempuan? Kenapa juga pandangan, sikap dan opini dari para perempuan-perempuan ini tidak dikedepankan dari pada hanya ngomongin soal baju?. Lagi-lagi body image selalu tidak bisa dilepaskan dari sosok perempuan. Perempuan lebih dilihat dari segi penampilan fisik dari pada sisi kecerdasan dia.
Kasus jatuhnya mantan presiden Filipina, Marcos, juga selalu dikaitkan dengan istrinya. Dalam sebuah buku yang saya baca disebutkan bahwa akibat hobby shoppingnya istrinya, Marcos menjadi korupsi dan akhirnya jatuh. Memang tidak bisa dipungkiri bila peran istri sangat mempengaruhi karir politik pasanganya, tapi bukan berarti selalu dilihat dari segi negativenya saja. Imelda Marcos pasti juga berkontribusi besar mengantarkan suaminya ke duduk di kursi presiden. So, menjatuhkan perempuan sebagai kelompok yang paling bersalah adalah bagian untuk mencengkram perempuan agar selalu bisa berada dalam genggaman tradisi patriarchy.
Bagaimana kemudian dengan kasus pemilihan gubernur di Jawa Timur sekarang? seorang kawan sempat melontarkan sebuah pertanyaan tentang kemungkinan adanya "penyusup" yang anti pemimpin perempuan dalam KPU, hingga dengan berbagai cara menjegal perempuan menjadi pemimpin Jawa Timur. hemmmm bisa jadi benar.
Beberapa hari lalu aku membaca beberapa news di beberapa koran dan radio US tentang kunjungan Obama dan Michelle ke gedung putih. Di situ ditulis bagaimana President Bush dan elected president, Obama mendiskusikan banyak hal tentang America ke depan, terutama problem ekonomi yang sedang menimpa US. Jadi keduanya digambarkan selayaknya pemimpin negara yang bertemu.
Interestingly, gambaran ini berbalik, ketika penggambaran Laura Bush dan Michelle Obama. Laura dikabarnya memberikan pesan-pesan bagaimana menjadikan rumah dinas tersebut selayaknya rumah sendiri.
tentu hal ini kontras sekali dengan gambaran Bush dan Obama. Saya pribadi tidak percaya kalau kedua ibu negara ini hanya mendiskusikan hal-hal yang sifatnya domestik. Saya percaya Michelle adalah orang cerdas, pasti dia akan mencari tahu banyak hal tentang peran sebagai Ibu negara dalam memajukan US dari seniornya. Michelle tentu tidak akan membuang waktunya hanya untuk mengobrolkan hal pengaturan rumah. Tapi kenapa yang di angkat oleh media hanya masalah domestic issues?. Pasti ini kaitannya dengan social construction tentang peran perempuan yang hanya di private sphere.
Saya juga sempat tidak habis pikir ketika baca di salah satu koran yang mengomentari pakaiannya Michelle ketika pidato kemenangan Obama di Chicago. Begitu juga ketika banyak yang mengkritisi penampilan Sarah Palin. Kritik penampilan juga berulang kali menimpa Hillary Clinton saat dia sedang bertarung dengan Obama untuk mendapat tiket maju sebagai calon president dari partai Demokrat. Lalu, kenapa yang disoroti soal baju, make up, sepatu, dan aksesoris lainnya hanya perempuan? Kenapa juga pandangan, sikap dan opini dari para perempuan-perempuan ini tidak dikedepankan dari pada hanya ngomongin soal baju?. Lagi-lagi body image selalu tidak bisa dilepaskan dari sosok perempuan. Perempuan lebih dilihat dari segi penampilan fisik dari pada sisi kecerdasan dia.
Kasus jatuhnya mantan presiden Filipina, Marcos, juga selalu dikaitkan dengan istrinya. Dalam sebuah buku yang saya baca disebutkan bahwa akibat hobby shoppingnya istrinya, Marcos menjadi korupsi dan akhirnya jatuh. Memang tidak bisa dipungkiri bila peran istri sangat mempengaruhi karir politik pasanganya, tapi bukan berarti selalu dilihat dari segi negativenya saja. Imelda Marcos pasti juga berkontribusi besar mengantarkan suaminya ke duduk di kursi presiden. So, menjatuhkan perempuan sebagai kelompok yang paling bersalah adalah bagian untuk mencengkram perempuan agar selalu bisa berada dalam genggaman tradisi patriarchy.
Bagaimana kemudian dengan kasus pemilihan gubernur di Jawa Timur sekarang? seorang kawan sempat melontarkan sebuah pertanyaan tentang kemungkinan adanya "penyusup" yang anti pemimpin perempuan dalam KPU, hingga dengan berbagai cara menjegal perempuan menjadi pemimpin Jawa Timur. hemmmm bisa jadi benar.
0 Comments:
« back home
Post a Comment