Catatan Perjuangan Ibu

Monday, January 25, 2010
Hari itu tanggal 14 Januari 2010 aku duduk dalam sebuah bis dengan adekku, menempuh perjalanan dari Jombang ke Surabaya. Bis terbilang agak penuh, ada beberapa orang yang harus berdiri. Cuaca cukup panas, terlebih bis tidak ber-ac. Tiba-tiba di sampingku ada seorang ibu yang sedang hamil berdiri. Melihat ada orang hamil aku spontan berdiri dan memberikan tempat dudukku untuk dia. Tapi ibu yang mungkin berumur awal 30-an ini mengibaskan tangannya pelan sebagai tanda menolak sambil berkata, "Matur nuwun mbak, saya mau ngamen kok." Aku kaget, lalu tersenyum pada ibu cantik ini dan duduk kembali. Tidak begitu lama ditengah bau keringat menyengat dan penumpang yang penuh, ibu ini menyanyikan beberapa lagu sambil mengunakan ecek-ecek yang terbuat dari tutup tutup botol yang di rangkai di sepotong kayu.

Ada perasaan menyayat mendengar nyanyian ibu ini. Keringat mengucur dari keningnya, dan dia berulang kali harus melindungi perutnya dengan tangan atau memiringkan badannya setiap kali ada penumpang yang naik atau turun atau ketika kondektur bolak-balik untuk menarik karcis. Beban hidup telah memaksanya melakukan ini. Tentu dia mengumpulka recehan-recehan dari penumpang untuk kelangsungkan hidupnya. Bisa jadi untuk persiapan melahirkan. Benar-benar pengorbanan seorang ibu yang luar biasa.

Pada tanggal 12-15 Januari 2010 setiap pagi aku selalu menikmati sebungkus nasi pecel yang dilengkapi dengan peyek yang dibungkus plastik. Seorang Ibu yang sedang hamil tua setiap pagi selalu datang dengan membawa sekeranjang nasi bungkus yang dia jual pada penunggu di RS Dr Soetomo Surabaya di ruangan IRD (Instalasai Rawat Darurat). Dia naik turun dari lantai dasar hingga lantai 3 setiap pagi menggunakan tangga, karena elevator di gedung ini tidak berfungsi. Tentu ini bukan hal yang mudah atau bukan tidak beresiko bagi perempuan hamil, tapi ibu yang selalu memberikan senyumnya ini tetap melakukannya. Biaya melahirkan, biaya membesarkan anak bisa dipastikan sebagai alasan utamanya tetap menekuni pekerjaan ini.

Tanggal 9 Januari 2010 sejak habis magrib seorang ibu merasakan mules yang luar biasa. Ini pertanda anak kelimanya minta dilahirkan. Sang suami sedang mengisi pengajian. Ketika sang suami datang, ibu ini segera di bawa ke bidan dengan mobil pinjaman dari saudara. Ketika sampai di tempat praktek bidan ternyata di ketahui darah ibu ini tinggi, jadi bidan merujuknya ke Rumah Sakit di kota. Pukul 3 dini hari sudah ditanda tangani kesepakatan untuk melakukan operasi cesar, tapi dokter baru menjanjikan untuk mengoperasi pukul 7 pagi. Ibu ini terindikasi terkena penyakit Eklampsia (Keracunan kehamilan) yang menyebabkan tensi darahnya tinggi. Penyebab penyakit ini bermacam-macam mungkin salah satunya Ibu ini hamil di usia yang sudah rawan, yakni umur 43 th. Pada saat menunggu jadwal operasi, Ibu ini melahirkan bayinya dengan normal pada pukul 4 pagi.

Bagi kebanyakan orang bisa disyukuri bisa melahirkan normal, karena melahirkan secara cesar akan sangat sakit pasca operasi disamping biayanya yang tentu jauh lebih mahal. Tapi ternyata tidak demikian bagi ibu hamil yang terkena eklampsia. Secara medis orang yang darahnya tinggi "Diharamkan" melahirkan secara normal. Saat itu tensi ibu ini mencapai 220. Akibat melahirkan normal ini baru terlihat satu jam setelah melahirkan. Ibu ini tiba-tiba kejang dan tidak sadarkan diri. Kondisi tidak sadarkan diri berlangsung hingga malam dengan diselingi kejang dua kali. Menurut analisis dokter kepala ibu ini bengkak dan ginjal serta livernya sudah terkena.

Sedangkan bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Cantik dan sehat. Dan bayi mungil dengan hidung mancung ini langsung di bawa pulang ke rumah beberapa jam setelah dilahirkan.

Malam itu juga ibu yang selalu periang ini langsung di rujuk ke RS Dr Soetomo. perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 6 jam ini tidak lepas dari pengawasan dua perawat yang mendampinginya. Untuk perawatan lebih intensif, Ibu ini ditempatkan di ruang isolasi. Banyak sekali peralatan yang menempel di tubuhnya. Ada yang untuk mendeteksi jantung, oksigen, kencing, paru-paru dan sebagainya. Selama perawatan intensif sepertinya tidak ada perubahan sama sekali. Ibu yang memiliki putra-putri luar biasa ini masih tetap dalam kondisi koma.

Segala sesuatu telah dilakukan, dokter telah bekerja dengan maksimal. Segala ikhtiar telah dijalankan tapi tidak menghasilkan. Akhirnya Allah memeberikan jalan terbaik, tepat pada hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 pukul 9.20, Allah memanggil ibu ini dalam suasana yang damai. Innalillahi wa Innalillahi rojiun. Dua kemulian mengiringi wafatnya. Pertama wafat sebagai seorang sahid karena melahirkan, dan wafat pada hari Jumat.

Perjuangan tiga ibu yang luar biasa untuk anak-anaknya. Memberi kehidupan ke anak adalah lebih penting bagi seorang ibu dari pada nyawanya. Hormat kami untuk para pejuang sejati.

Ibu, Kasihmu sepanjang masa
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 12:03 PM, | 2 comments

Gus Dur, Selamat Jalan

Friday, January 01, 2010
Tanggal 30 Desember aku menerima tamu dari Hawaii, seorang staff East West Centre (EWC), Namji, dia datang denga anaknya yang berumur 14 tahun, namanya Clear. Mereka datang jam 12.30 siang, lalu kami dengan membawa mobil dari Jogja menuju Jombang. Tamuku ini mendapat undangan untuk mengikuti Haflah Ma'iyah se Nusantara oleh Emha Ainun Najib (Cak Nun) di Sumobito, Peterongan, Jombang.

Dalam perjalanan ke Jombang, ada sms dari adekku yang mengabarkan tentang kabar wafatnya Gus Dur. aku langsung check di detik.com, ternyata benar. Duka yang mendalam langsung menggelayuti. Seketika semua memori akan pertemuan-pertemuanku dengan Gus Dur dan juga keluarganya langsung berkelebat dalam pikiranku.

Nyampek Jombang jam 9 malam, meletakkan barang-barang di Hotel lalu langsung berangkat ke Sumobito tempat acara. Ma'iyah adalah pengajian/perkumpulan yang diadakan Cak Nun di beberapa tempat di Indonesia, dan malam itu adalah Haflah Ma'iyah se-nusantara. Anggota Ma'iyah dari Mandar, Sulawesi juga ada yang datang. Ada ratusan orang yang berkumpul malam itu. Beberapa bule juga terlihat. Group Letto juga lengkap.

Saat aku datang mereka sedang melakukan sholat Ghoib untuk Gus Dur. Sepanjang acara Cak Nun dan Kyai Kanjengnya selalu menyelipkan doa untuk Gus Dur. Bagi masyarakat Jombang tentu sangat berduka. Gus Dur merupakan putra Jombang yang luar biasa. Lahir dari pasangan yang hebat. Ibu Nyai Sholehah (Ibu Gus Dur) adalah putra Kyai Bisri Samsuri pengasuh dari salah satu pondok terbesar di Jombang, namanya Pondok Denanyar. Aku dulu pernah mondok di situ tapi cuman sebulan karena gak kerasan . Abah Gus Dur Kyai Wahid adalah putra dari Kyai Hasyim Asya'ari pendiri NU dan pengasuh Pondok pesantren Tebuireng. Gus Dur pernah tinggal dan sekolah bersama bibi beliau, Ibu Nyai Musyarofah, pengasuh pondok pesantren Al-Fathimiyyah, Tambakberas, Jombang. Aku menghabiskan waktu 4 tahun di pesantren ini. Gus Dur bertemu dengan Ibu Sinta Nuriyyah juga di pesantren ini. Saat itu Gus Dur mengajar di pondok ini dan Ibu Sinta santri yang sedang belajar di sini.

Acara haflah Ma'iyah biasa berlangsung hingga pagi, ketika kami balek ke hotel jam 1.30 dini hari acara masih berlangsung. sepanjang perjalanan dari Sumobito ke Hotel yang terletak di tengah kota Jombang terlihat mobil polisi berlalu lalang. Di beberapa masjid dan mushola banyak berkumpul orang, mereka memanjatkan doa untuk Gus Dur. Kehilangan yang besar untuk JOmbang.

Pagi jam 8 kami keluar dari hotel dan menuju Pondok Pesantren Darul Ulum di peterongan, tamuku akan mengisi pertemuan guru-guru Bahasa Inggris di pesantren tersebut. Dalam perjalanan 15 menit itu terlihat bendera setengah tiang sudah mulai dikibarkan di beberapa rumah. Polisi juga mulai menjaga jalan.

Kami mempercepat acara di Darul Ulum karena kami takut tidak bisa keluar dari JOmbang. Jam 11.30 kami keluar dari pesantren. Jalan utama Surabaya-Jombang sudah sangat padat. Sistem buka-tutup sudah diterapkan. Bahkan di perempatan dekat stasiun Jombang jalan yang menuju arah ke Tebuireng sudah di tutup. Di pinggir jalan masyarakat sudah berjubel untuk memberikan sambutan terahir ke Gus Dur. Sekolah-sekolah di sekitar jalan yang akan dilewati oleh jenazah Gus Dur diliburkan dan murid-muridnya berjejer di pnggir jalan.

Sebenarnya dalam hati terdalamku, aku pengen sekali ta'ziah ke Tebuireng. Pengalaman bertemu dengan Gus Dur, darah Nahdliyin, dan kekaguman akan pemikiran Gus Dur meninggalkan duka yang mendalam, menjadikan keinginan untuk memberikan penghormatan terahir ke Gus Dur sangat menggebu. Tapi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku datang ke Jombang untuk mengantarkan tamu, sedangkan tamu buleku ini tentu tidak ada kepentingan sama sekali untuk ta'ziah ke Gus Dur, apalagi jadwal dia sangat padat. Saat semua orang berbondong-bondong ke Jombang, aku malah berusaha menerobos keramaian orang untuk meninggalkan JOmbang hiksss sedih banget . Pengeeeeeeeeeeeeen banget bergabung dengan banyak orang menunggu jenazah Gus Dur, tapi I couldn't make it....
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 9:54 AM, | 4 comments