Pileg Indonesia di AS Berbeda

Thursday, April 09, 2009
Tulisan ini telah dimuat di Jawa Pos, Radar Banyuwangi, tanggal 7 April 2009


Pemilu tahun ini akan menjadi pemilu yang berharga bagi saya. Dari tiga kali mengikuti pemilu, baru kali ini saya akan berkesempatan memilih wakil rakyat dari tempat yang jauh sekali dari Indonesia.

Pesta demokrasi di Indonesia juga dirasakan bagi rakyat Indonesia yang tinggal di luar negeri. Walaupun untuk banyak hal, saya merasa lebih beruntung tinggal di luar negeri, karena tidak perlu ikut gregetan dengan aksi para caleg yang super narsis, dan juga kebisingan kampanye yang sama dengan konser dangdut.

Beberapa bulan sebelumnya pihak Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI), yang berada di Los Angeles (LA), sudah mulai menyosialisasikan pemilu. Baik melalui website KJRI maupun lewat perantara Permias (Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat) cabang Hawaii. Memang Permias di Hawaii terbilang unik, karena anggotanya bukan saja mahasiswa. Tetapi juga warga Indonesia yang tinggal di Hawaii. Jadi, media website dan milis Permias sangat membantu untuk menyosialisasikan pemilu pada rakyat Indonesia.

Berbeda dengan pemilu lalu, yang pendataan warga dilakukan langsung oleh pejabat KJRI-LA dengan datang ke Hawaii. Untuk pemilu kali ini, pendaftaran pemilih dilakukan secara online. Jaringan internet yang mudah diakses di Amerika Serikat (AS), menjadikan cara ini efektif. Setahu saya, hanya cara ini yang dilakukan KJRI untuk pendaftaran calon pemilih.

Saya dan suami langsung mendaftarkan diri ketika mendapat pemberitahuan via milis. Dengan sistem online ini, tentu akan mengurangi kemungkinan anak balita atau orang yang sudah sepuluh tahun meninggal terdaftar menjadi pemilih, seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Dua minggu lalu, saya mendapatkan surat dari KJRI, yang isinya semacam kartu pemilih. Separo dari kertas tersebut harus dikirim kembali ke LA sebagai bukti tanda terima. Dan, pihak KJRI telah menyediakan juga amplop lengkap dengan perangkonya, untuk pengembalian surat tanda terimanya.

Dua hari lalu di mailbox saya, ada dua surat dengan ukuran agak tebal. Ternyata adalah surat suara untuk saya dan suami. Saya selama ini melihat contoh surat suara hanya melalui berita-berita, yang saya ikuti via internet. Tetapi, saya sendiri tidak membayangkan bila ternyata ukuran surat suaranya super jumbo. Jadi berpikir bagaimana ribetnya harus mencontreng tiga surat suara dalam bilik suara yang sangat sempit, dengan waktu terbatas. Terlebih bagi para manula. Bisa jadi, mereka hanya akan membuka sedikit lembar suara, lalu mencontreng partai-partai yang letaknya di bagian atas saja. Bila ini terjadi, partai dengan nomor urut muda akan sangat diuntungkan.

Sehari kemudian, saya mendapat surat dari KJRI lagi. Isinya sama dengan surat yang kemarin saya terima, yakni lembar surat suara. Jadi saya mendapatkan dobel surat suara, tetapi suami saya tidak. Bagaimana ini bisa terjadi, surat pemberitahuan pemilih hanya mendapatkan satu, tapi surat suara dikirim dobel. Ketika saya tulis di status Facebook saya tentang dobel surat suara ini, ternyata ada beberapa kawan yang memberikan komentar. Ternyata, mereka juga mendapatkan dua surat suara. Jadi, kekisruhan DPT (Daftar Pemilih Tetap) bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Saya tidak tahu, apakah ini karena komputer yang merekam data yang salah atau masalah teknis lainnya.

Untuk sistem pemungutan suara dengan pos, saya berpikir, bagaimana kalau di Indonesia dibuat sistem seperti ini? Terutama untuk masyarakat daerah pedesaan dan kepulauan yang sulit terjangkau. Ini akan meringankan beban pemerintah dalam hal penyediaan TPS dan logistik pemilu lainnya. Dengan cara ini bisa juga tidak lagi diperlukan libur nasional, karena warga memilihnya lebih bebas waktunya. Tetapi tentu cara ini ribet juga, ya ribet biaya pengiriman dan rawan intervensi pilihan dari orang lain.
Berbeda dengan penduduk Indonesia umumnya, kami yang di luar negeri hanya mendapatkan satu surat suara. Hanya untuk DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta II. Jadi, nantinya caleg yang terpilih akan menjadi representatif dari Jakarta. Bagi saya yang orang daerah, ini tentu mengecewakan, karena saya kehilangan kesempatan untuk memilih DPRD tingkat I dan II. Karena hal ini pula, beberapa kawan saya yang dari Indonesia memutuskan untuk golput. Mereka merasa tidak ada gunanya memilih wakil rakyat, tetapi untuk mewakili daerah lain. Terlebih para calegnya tidak dikenal.

Terlepas dari sikap skeptis saya akan caleg yang benar-benar berpihak pada rakyat (tidak berkomplot dengan duit), saya sendiri memutuskan untuk tidak golput. Pilih partai apa? Dan caleg yang mana? Hemmm..saya akan pikir dan lihat-lihat kertas suaranya lagi sambil minum kopi. Lagian batas maksimal pengembalian suratnya baru tanggal 13 April 2009. Inilah enaknya memilih pakai pos, mencontrengnya bisa sambil santai. Selamat mencontreng bagi yang akan menggunakan haknya! (*)
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 3:21 AM, |

0 Comments: