"Kok Berani ya?"

Tuesday, June 30, 2009
Aku duduk memperhatikan orang yang sibuk berlalu-lalang sibuk. Ada yang mengakat Nasi. Di pojok kamar dua ibu-ibu sedang menata kue dalam piring untuk selanjutnya akan disuguhkan pada tamu.

Kelahiran seorang bayi selalu disambut dengan suka cita. Banyak tetangga yang datang untuk mengucapkan selamat. Wajar saja bila tuan rumah harus menyiapkan makanan untuk menyambut tamu. Biasanya tetangga dan saudara datang untuk membantu memasak, begitu juga hari ini, ketika salah satu keluargaku mendapatkan bayi.

Aku ikut membantu memasukkan krupuk udang dalam plastic. Disampingku beberapa Ibu-ibu juga sedang melakukan hal yang sama sambil mengobrol.

“Eh tadi Mbak itu lho nyuruh aku ngambilkan kertas minyak.” Salah satu ibu yang duduk disebelahku berkata dengan suara tinggi sambil mata dan dagunya mengarah ke Mbak yang sedang memberikan minuman ke tamu. Aku menangkap nada heran, kekecewaan dan marah dari suaranya. Wajahnyapun menunjukkan ketidak senangan.

Aku masih diam sambil terus memasukkan krupuk satu-satu di plastic kecil. Sepertinya tidak ada yang salah bila seseorang meminta tolong. Lalu?

“Mosok tho bu?,” Ibu yang duduk di depanku bertanya dengan heran.

“Kok kamu yang jarang kelihatan, aku saja yang sering ketemu aja juga biasa disuruh sama Mbak itu.” Kakak Ipar dari Ibu yang pertama menyahut sambil mengambil krupuk-krupuk yang sudah di bungkus untuk dipindah ke tempat lain.

Aku baru menyadari keheranan dan ketidaksukaan tiga Ibu ini atas permintaan tolong mengambilkan sesuatu dari si Mbak. Posisi Mbak tersebut adalah murid dari orang tua Ibu-ibu tersebut. Mungkin Ibu-ibu tersebut merasa bila mereka harus dihormati sebagai anak guru. Dan tidak sepantasnya disuruh-suruh, apalagi yang menyuruh murid bapaknya.

Aku jadi berpikir, kenapa ya orang begitu sombong dengan status turunan dari orang tuanya?. Apakah kualitas mereka sama dengan kualitas orang tuanya hingga mereka juga ingin mendapat penghormatan yang sama seperti orang tuanyaz?

“Yo ngono kuwi murid sak iki.” Ujar ketus Ibu pertama sambil tersenyum sinis.

"Iyo, lawong sak iki ae nek nyeluk anakku langsung nyeluk jenenge tanpa embel-embel penghormatan" Ibu satunya menyaut

ya iyalah lawong anaknya juga masih TK dan SD, wajar dong murid-murid yang umurnya lebih tua memanggi dengan namanya langsung, emang mau dipanggil apa??? bathinku berontak.

"Kalau aku sih, mau aja disuruh mbak itu, lawong aku bukan gurunya, gak pernah ngajar dia juga, jadi gak perlu dihormati. Toh gak ada salahnya meminta tolong ke orang lain" Jawabku pelan sambil pergi mengambil krupuk yang sudah di goreng.
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 8:31 AM, |

0 Comments: