Nursing Home
Wednesday, March 28, 2007
Ceritanya saman lagi nih.... maklum pemain baru, jadi lagi semangat-semangatnya ngomongin saman.
Hari Sabtu 24 Maret, group saman diundang untuk perform di Nursing Home (NH) atau dalam bahasa Indonesia lebih aku kenal dengan sebutan Panti Jompo. Tepat pukul 10, kami berangkat dengan diantar dua mobil kepunyaan Krisna dari Bhutan dan Kevin dari New York.
Diantara 9 pemain saman, tidak aa satupun yang pernah punya pengalaman mengunjungi panti jompo. Cuman dalam pikiranku saat itu, panti jompo, seperti yang sering aku lihat di TV, di situ bakal dipenuhi orang-orang tua yang sedang melakukan banyak kegiatan, seperti nonton TV, berkebung, menyulam dan sebagainya. Wah ngebayangin pasti mereka akan senang sekali menerima hiburan dari kami.
Perjalanan hanya memakan waktu 20 menit, sampailah kami di NH. Pertama masuk ruangan, agak kaget juga, karena ada bau obat dan orang-orang yang keluar masuk kebanyakan sudah sangat tua, pakai kursi roda dan sakit-sakitan. Di dalam elevator, si Mungil Viana sempat ngomong "entar kalau tepuk jangan keras-keras lho, takut ada yang tiba-tiba kena serangan jantung." bener juga ya.
Sampai di lantai tiga tempat acara, kami semua mendadak lemes, karena ternyata ini bukan NH biasa, tapi NH yang merangkap sebagai RS, ya otomatis orang yang ada di situ bukan hanya sudah tua tapi juga sakit-sakitan. Umurnya kira-kira sudah di atas 80 tahun, dan semuanya di kursi roda. Ada yang melihat kami dengan tatapan kosong, ada yang kayak kesakitan, ada yang paling banyak sedang terkantuk-kantuk.
Dengan perasaan yang tidak menentu kami tampil, yang otomatis juga menyesuaikan dengan kondisi yang ada. COntoh, biasanya kami masuk dari dua arah, tapi kali ini hanya satu arah. Aba-abanya biasanya diberikan dengan suara kencang, sekarang pelan. Ari sang vokalis yang biasanya suaranya melengking tinggi, jadi tiba-tiba rendah dan loyo. Gerakan yang kita lakukanpun jadi gak semangat banget. Lho gimana mau semangat kalau didepan kita penontonya sedang terkantuk-kantuk. JAdi penampilan pertama kami ini nyaris tanpa tepuk tangan, dan antusiasme.
Setelah tampil saman, kami mulai memperkenalkan diri beserta budaya masing-masing, dan kami telah sengaja membawa barang-barang khas Indonesia. Giliran pertama Agung dari Jogja, dia membawa map untuk menerangkan dimana letak Indonesia. Sumpeh aku ngakak-ngakak dalam hati, gimana mereka mau nanggapi lawong aku yakin untuk melihat gambar di map itupun mereka sudah kabur. Masih dengan suasana yang gak ada respons, Agung melanjutkan dengan menerangkan arti KEris bagi budaya Indonesia.
Datanglah giliran Teh Neneng yang mencoba mengenalkan budaya betawi lengkap dengan tarian jaipong. Selanjutnya my turn. Dari Dorm aku sudah membawa post card bergambar Bali dan juga empat buah gelang buatan Bringharjo Jogja, yang akan aku bagi-bagikan. Untuk memancing respon para kakek-kakek dan nenek-nenek ini, aku mencoba memberi pertanyaan "Do you know the famous beach in Bali?", setelah menunggu satu menit, eh ada nenek disamping kanankku yang angkat tangan, duh senengnya diriku, menyangka pertanyaanku mendapat respon. Eh ternyata Nenek ini memanggil Nurse nya karena dia merasa kesakitan, jadi minta diantar ke kamarnya. Oalahhhhh...., sampai di sini aku belum menyerah, aku berusaha lagi mengajukan pertanyaan yang lebih mudah "Have you been to Indonesia?" eh alhamdulillah, ada seorang nenek yang angkat tangan. Dan akhirnya aku pasangkan gelang itu ke nenek genit ini. Nih nenek emang agak genit deh, masak pakai gelang manik-manik buanyak banget di tangan kanan dan kirinya, rambutnya di kasih banyak bunga-bunga, plus make up nya yang menor. Aku gak tahu jawaban nenek ini bener atau enggak, karena para nurse nya langsung ketawa ketika nenek ini bilang pernah ke Indonesia, tapi I don't care,
Acara selanjutnya yaitu poco-poco, yang sama nasibnya dengan penampilan kami sebelumnya tidak ada respon. Wes talah kami sampai bingung banget gimana bergaya biar bisa dapat respon, Pokoknya mati gaya deh hehehehe.
Oya ada yang kejadian lucu, saat kami baru datang, ada seorang kakek di dekat tiang yang memebrikan tepuk tangan. Walaupun kami belum tampil kakek ini terus memeberikan tepuk tangan setiap beberpaa menit sekali. Eh saat Teh Neneng menerangkan Betwai, si kakek ini sedang tertidur, terus ama Nursenya di senggol biar bangun, belum juga matanya terbuka sepenuhnya, dia sudah tepuk tangan lagi. Dari sini aku mulai curiga pada si kakek. Eh ternyata benar, saat kami sudah pulang dan si Kakek diantar ke kamarnya dia masih juga tepuk tangan. Olah ternyata tepuk tangannya bukan karena penampilan kami, tapi karena dia punya kebiasaan or penyakit tepuk tangan..hahahhahah.
BAgaimanapun penampilan kami saat itu, yang jelas kami banyak mendapat pelajaran dari Nursing Home. Kami jadi tahu bagaimana kondisi orang tua yang sudah jauh dari sanak saudara, dan bagaimana keihlasan para nurse nya yang dengan telaten merawat para manula ini. Dan satu lagi, ternyata tidak ada kekayaan yang berarti bila badan sudah tidak kuat.
Walaupun tanpa tepuk tangan, tanpa expresi, tanpa bayaran, tanpa makanan, tanpa minuman, kami yakin sedikit apapun itu penampilan kami telah menjadi hiburan bagi mereka, at least bagi nurse nya.
Iya neh...saya paling gak setuju ama keberadaan Panti Jompo. Panti seperti ini emang sebaeknya hanya untuk orang-orang tua "yang betul-betul" sebatang kara...Kalo masih ada sanak family, ya lebih baek tinggal sama family dan negara harus jamin kebutuhan hidupnya.
Panti Jompo menrut saya produk dari individualistis buah dari kapitalisme....