IndonesiaKOE dan PerempuanKOE
Wednesday, January 17, 2007
Entah apa lagi yang bakal terjadi di Indoensia..
Mulai tenggelamnya kapal, hilangnya Adam Air, Jatuhnya gerbong kereta, Flu burung, LUSI (lapindo Sidoarjo), tanah longsor, kelaparan, harga barang-barang yang terus meroket, poligami, tuntutan pencabutan mandat presidan dan wakil presiden, Hingga kabar naiknya gaji tunjangan bagi DPRD. BUSYET DEH.
Beberapa hari lalu Abah menelfon dan mengabarkan kalau harga beras di desa kami sudah mencapai Rp. 5000. Oh my God. Aku sempat tersentak mendengar harga itu. Aku sulit membayagkan bagaimana masyarakat desaku bisa memenuhi kebutuhan mereka, apalagi lapangan pekerjaan di desa tidak banyak. Keadaan ini tentu semakin diperparah dengan masuknya gaya hidup kota ke desa, seperti Hand Phone, berbagai permainan modern hingga gaya hidup yang sangat bertentangan dengan kondisi real di pedesaan. Tentu hal ini menjadikan cost yang harus dikeluarkan warga semakin banyak. Belum usai otakku mencerna, tadi pagi saat aku buka LIPUTAN6.com, ada kabar ditemukannya beras yang telah dicampur oleh pemutih. APALAGI INI??????????
Pihak yang paling tertekan dalam keadaan seperti ini adalah perempuan. Aku paham betul kondisi perempuan di desaku, mereka sangat mandiri, bahkan tidak sedikit mereka menjadi tulang punggung keluarga. Mereka melakukan apa aja untuk menopang kehidupan keluarganya.
Aku ingat salah seorang temen kecilku sebut saja H. Dia hanya lulusan SD. Dia menikah saat usia muda. Ketika anak keduanya berumur 2 tahun, H pulang ke desaku setelah sebelumnya tinggal di Banten dengan suaminya. Dia memutuskan membawa anaknya yang terkecil pergi karena sudah tidak bisa mentolerir lagi kekerasan suaminya. Selama hampir dua tahun dia bertahan di desaku dengan membesarkan anak perempuannya dan merawat dua orang tuanya yang sudah tua. Dia menjual berbagai makanan dan dititipkan ke warung-warung di desaku untuk menyambung hidup. Sering kali dia diminta para tetangga untuk memamntu masak yang kemudian mendapat bayaran sekedarnya. Kira-kira setahun setengah lalu, dia dan orang tuanya ke Banten dengan niatan awal mengurus surat perceraiannya, ternyata sang suami tidak mau dicerai bahkan meminta rujuk. Dalam pertemuan yang hanya 10 hari itu, temenku H ini dengan segala keterbatasan informasinya tentang hak-hak yang harus diterima dan ditolaknya dia menerima saja permintaan suaminya hingga sebulan kepulanganya dari Banten dia ketahuan mengandung. Entah apa kominten H dan pasangannya yang menjadikan hubungan mereka membaik kembali. Walaupun mereka berpisah tempat, H di desaku dan suaminya di Banten, tapi tiap bulan setelah pertemuan itu suaminya selalu mengiriminya uang Rp 500.000. Ketika usia kehamilan H memasuki 4/5 bulan, H dengan anak perempuannya kembali ke Banten. Tapi ternyata perlakuan suaminya berubah 100%. Suaminya tidak mengakui anak yang dikandung H ini adalah anaknya. Dan pertengkaran hebatpun terjadi. Tidak kuat dengan perlakuan suaminya, hanya dalam waktu semalam setelah kedatangannya di Banten, H kembali pulang ke desaku. Dan sejak saat suaminya menghentikan semua subsidi yang biasanya diberikan. SUBHANALLAH. Ini tentu hal yang sangat sulit bagi H. Dia sedang hamil, harus menghidupi anak perempuannya yang saat itu kelas 1 SD, dan dia juga harus memikirkan kelangsungan hidup kedua orang tuanya dan juga bayi yang dikandungnya. Saat ini anak ketiganya telah lahir dan berumur sekitar 10 bulan.Melihat kondisi ekonomi di Indonesia yang terus berantakan begini, aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib H.
Orang-orang seperti H inilah yang terus mendorongku untuk mencari peluang membuka home industri. Aku berharap dengan home industri ini aku bisa membuka lapangan pekerjaan buat mereka dengan tanpa memaksa mereka harus meninggalkan rumah seperti jadi TKW.
Kekuatan-kekuatan tersebut seakan tidak pernah berhenti menyemangatiku untuk segera menyelesaikan studyku dan berbuat sesuatu untuk masyarakatku. Walaupun aku sadar kemampuanku tapi aku tahu kalau aku adalah "setitik" dari harapan mereka. BISMILLAH
Mulai tenggelamnya kapal, hilangnya Adam Air, Jatuhnya gerbong kereta, Flu burung, LUSI (lapindo Sidoarjo), tanah longsor, kelaparan, harga barang-barang yang terus meroket, poligami, tuntutan pencabutan mandat presidan dan wakil presiden, Hingga kabar naiknya gaji tunjangan bagi DPRD. BUSYET DEH.
Beberapa hari lalu Abah menelfon dan mengabarkan kalau harga beras di desa kami sudah mencapai Rp. 5000. Oh my God. Aku sempat tersentak mendengar harga itu. Aku sulit membayagkan bagaimana masyarakat desaku bisa memenuhi kebutuhan mereka, apalagi lapangan pekerjaan di desa tidak banyak. Keadaan ini tentu semakin diperparah dengan masuknya gaya hidup kota ke desa, seperti Hand Phone, berbagai permainan modern hingga gaya hidup yang sangat bertentangan dengan kondisi real di pedesaan. Tentu hal ini menjadikan cost yang harus dikeluarkan warga semakin banyak. Belum usai otakku mencerna, tadi pagi saat aku buka LIPUTAN6.com, ada kabar ditemukannya beras yang telah dicampur oleh pemutih. APALAGI INI??????????
Pihak yang paling tertekan dalam keadaan seperti ini adalah perempuan. Aku paham betul kondisi perempuan di desaku, mereka sangat mandiri, bahkan tidak sedikit mereka menjadi tulang punggung keluarga. Mereka melakukan apa aja untuk menopang kehidupan keluarganya.
Aku ingat salah seorang temen kecilku sebut saja H. Dia hanya lulusan SD. Dia menikah saat usia muda. Ketika anak keduanya berumur 2 tahun, H pulang ke desaku setelah sebelumnya tinggal di Banten dengan suaminya. Dia memutuskan membawa anaknya yang terkecil pergi karena sudah tidak bisa mentolerir lagi kekerasan suaminya. Selama hampir dua tahun dia bertahan di desaku dengan membesarkan anak perempuannya dan merawat dua orang tuanya yang sudah tua. Dia menjual berbagai makanan dan dititipkan ke warung-warung di desaku untuk menyambung hidup. Sering kali dia diminta para tetangga untuk memamntu masak yang kemudian mendapat bayaran sekedarnya. Kira-kira setahun setengah lalu, dia dan orang tuanya ke Banten dengan niatan awal mengurus surat perceraiannya, ternyata sang suami tidak mau dicerai bahkan meminta rujuk. Dalam pertemuan yang hanya 10 hari itu, temenku H ini dengan segala keterbatasan informasinya tentang hak-hak yang harus diterima dan ditolaknya dia menerima saja permintaan suaminya hingga sebulan kepulanganya dari Banten dia ketahuan mengandung. Entah apa kominten H dan pasangannya yang menjadikan hubungan mereka membaik kembali. Walaupun mereka berpisah tempat, H di desaku dan suaminya di Banten, tapi tiap bulan setelah pertemuan itu suaminya selalu mengiriminya uang Rp 500.000. Ketika usia kehamilan H memasuki 4/5 bulan, H dengan anak perempuannya kembali ke Banten. Tapi ternyata perlakuan suaminya berubah 100%. Suaminya tidak mengakui anak yang dikandung H ini adalah anaknya. Dan pertengkaran hebatpun terjadi. Tidak kuat dengan perlakuan suaminya, hanya dalam waktu semalam setelah kedatangannya di Banten, H kembali pulang ke desaku. Dan sejak saat suaminya menghentikan semua subsidi yang biasanya diberikan. SUBHANALLAH. Ini tentu hal yang sangat sulit bagi H. Dia sedang hamil, harus menghidupi anak perempuannya yang saat itu kelas 1 SD, dan dia juga harus memikirkan kelangsungan hidup kedua orang tuanya dan juga bayi yang dikandungnya. Saat ini anak ketiganya telah lahir dan berumur sekitar 10 bulan.Melihat kondisi ekonomi di Indonesia yang terus berantakan begini, aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib H.
Orang-orang seperti H inilah yang terus mendorongku untuk mencari peluang membuka home industri. Aku berharap dengan home industri ini aku bisa membuka lapangan pekerjaan buat mereka dengan tanpa memaksa mereka harus meninggalkan rumah seperti jadi TKW.
Kekuatan-kekuatan tersebut seakan tidak pernah berhenti menyemangatiku untuk segera menyelesaikan studyku dan berbuat sesuatu untuk masyarakatku. Walaupun aku sadar kemampuanku tapi aku tahu kalau aku adalah "setitik" dari harapan mereka. BISMILLAH
Labels: Indonesia
0 Comments:
« back home
Post a Comment