GUS dan NENG

Wednesday, February 21, 2007
Kemarin aku mendapat dua email sekaligus dari seorang putra kyai atau biasa kami panggil "GUS" dan satu lagi dari seorang kawan yang putri seorang kyai juga, atau lebih akrab kami panggil "NENG".

Keduanya memiliki kemiripan masalah, yakni bingung menghadapi masa depannya. Kondisi mereka sekarang ini sama-sama sedang menyusun skripsi. Sebenernya ini hal biasa aja dan lumrah bagi calon sarjana. Cuman yang menarik adalah sudut pandang keduanya berbeda :

Sang Gus ini bingung mau kuliah dimana sehabis S1, dan mau ngambil jurusan apa. Pokoknya masalah sang Gus ini berputar pada masa depan studynya. Jadi kebingunan dia berpangkal pada dirinya sendiri, dan tentunya keputusannya nanti tergantung dari diri sang Gus sendiri tidak ada kaitannya dengan orang lain.

Lain lagi dengan sang Neng, seribu pertanyaan berkumpul di benaknya, "siapa ya yang nanti dijodohkan dengan aku?". "Kira-kira aku bisa jadi istri yang baik tidak ya?", "Kira-kira suamiku nanti ngijinin aku ngelanjutin kuliah tidak ya?". Dan banyak pertanyaan lagi yang mengarah pada status dia ke depan. Keputusan yang terjadi nanti juga bukan di tangan dia, tapi sudah di dalam kuasa keluarga.

Titik situasinya keduanya sama yakni sama-sama mahasiswa semester akhir. Masa yang dipikirkannya juga sama yaitu apa yang akan terjadi setelah wisuda. Tapi lagi-lagi masalah gender menjadikan titik point permasalahnnya berbeda. Bila ditarik mundur hal ini menyimpan banyak sekali makna. Dari kasus ini secara sederhana saja bisa disimpulkan bahwa symbol kesuksesan bagi laki-laki dan perempuan berbeda. Bila sang Gus menjadikan kesuksesan study sebagai SYMBOL dari identitasnya, tapi bagi sang Neng, menjadi ibu yang baik adalah SYMBOL dari identitas dia sebagai perempuan sejati.

Lalu apa yang salah??????????

Kasus tersebut juga menarik bila dilihat dari sisi ranah kekuasaan Gus dan Neng dalam menentukan masa depannya. Kalau dilihat masalah yang menimpa sang Gus, ini mengindikasikan kalau dia bisa menentukan masa depannya sendiri. Tapi bagi Neng, kehidupannya adalah milik keluarga, bahkan tubuhnya juga bukan milik dia.

Lalu apa yang salah...?????
 
posted by Nihayatul (Ninik) Wafiroh at 8:28 AM, |

0 Comments: